Minggu, 26 Mei 2013


KEPERAWATAN MUSKULOSKELETAL
“ASKEP OSTEOMIELITIS”

Disusun oleh :
 Kelompok 1


1.     Aulia S                 2.11.008
2.     Anisa          S                2.11.005
3.     Desy                     2.11.014
4.     Dewi Jumurti      2.11.017
5.     Dwi Rahma                   2.11.019
6.     Edi                       2.11.021
7.     Erma          T                2.11.028
8.     Gusmana Raga     2.11.040
9.     Ibranu A               2.11.045
10.  Ima P                     2.11.
11.  Quen NH               2.11.078
12.  Siti juliyanti           2.11.093
13.  Ulinnuha               2.11.104



PRODI DIII KEPERAWATAN
STIKES TELOGOREJO SEMARANG
2013
ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOMIELITIS

I.     KONSEP MEDIS

1.      Pengertian
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan dari pada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. (Smeltzer, Suzanne C,  2002)
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan sumsum tulang yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus atau proses spesifik. (Mansjoer, 2000)
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering, setelah kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen). (Corwin, 2001)

2.      Klasifikasi
Dari uraian di atas maka dapat diklasifikasikan dua macam osteomielitis, yaitu:
a.       Osteomielitis Primer.
Penyebarannya secara hematogen dimana mikroorganisme berasal dari focus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
b.      Osteomielitis Sekunder.
Terjadi akibat penyebaran kuman dari sekitarnya akibat dari bisul, luka fraktur dan sebagainya.






Berdasarkan lama infeksi, osteomielitis terbagi menjadi 3, yaitu:
a.       Osteomielitis akut
yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 2 minggu sejak infeksi pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul. Osteomielitis akut ini biasanya terjadi pada anak-anak dari pada orang dewasa dan biasanya terjadi sebagai komplikasi dari infeksi di dalam darah (osteomielitis hematogen).
Osteomielitis akut terbagi menjadi 2, yaitu:
1)      Osteomielitis hematogen
Merupakan infeksi yang penyebarannya berasal dari darah. Osteomielitis hematogen akut biasanya disebabkan oleh penyebaran bakteri darah dari daerah yang jauh. Kondisi ini biasannya terjadi pada anak-anak. Lokasi yang sering terinfeksi biasa merupakan daerah yang tumbuh dengan cepat dan metafisis menyebabkan thrombosis dan nekrosis local serta pertumbuhan bakteri pada tulang itu sendiri. Osteomielitis hematogen akut mempunyai perkembangan klinis dan onset yang lambat.
2)      Osteomielitis direk
Disebabkan oleh kontak langsung dengan jaringan atau bakteri akibat trauma atau pembedahan. Osteomielitis direk adalah infeksi tulang sekunder akibat inokulasi bakteri yang menyebabkan oleh trauma, yang menyebar dari focus infeksi atau sepsis setelah prosedur pembedahan. Manifestasi klinis dari osteomielitis direk lebih terlokasasi dan melibatkan banyak jenis organisme.

b.      Osteomielitis sub-akut
Yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 1-2 bulan sejak infeksi pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul.

c.       Osteomielitis kronis
Yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 2 bulan atau lebih sejak infeksi pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul. Osteomielitis sub-akut dan kronis biasanya terjadi pada orang dewasa dan biasanya terjadi karena ada luka atau trauma (osteomielitis kontangiosa), misalnya osteomielitis yang terjadi pada tulang yang fraktur.

Sedangkan menurut penyebabnya adalah osteomielitis biogenik yang paling sering :
1.         Staphylococcus (orang dewasa)
2.         Streplococcus (anak-anak)
3.         Pneumococcus dan Gonococcus

3.      Etiologi
Adapun penyebab – penyebab osteomielitis ini adalah:
a.       Bakteri
Menurut Joyce & Hawks (2005), penyebab osteomyelitis adalah Staphylococcus aureus (70 %-80 %), selain itu juga bisa disebabkan oleh Escherichia coli, Pseudomonas, Klebsiella, Salmonella, dan Proteus.
b.      Virus
c.       Jamur
d.      Mikroorganisme lain (Smeltzer, Suzanne C,  2002).

Osteomyelitis juga bisa terjadi melalui 3 cara (Wikipedia, the free encyclopedia, 2000) yaitu:
1)      Aliran darah
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus infeksi di tempat lain (misalnya tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi). Aliran darah bisa membawa suatu infeksi dari bagian tubuh yang lain ke tulang. Pada anak-anak, infeksi biasanya terjadi di ujung tulang tungkai dan lengan. Sedangkan pada orang dewasa biasanya terjadi pada tulang belakang dan panggul. Osteomyelitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat di mana terdapat trauma.
2)      Penyebaran langsung
Organisme bisa memasuki tulang secara langsung melalui fraktur terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak, selama pembedahan tulang atau dari benda yang tercemar yang menembus tulang.
3)      Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya
Osteomyelitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak Infeksi pada jaringan lunak di sekitar tulang bisa menyebar ke tulang setelah beberapa hari atau minggu. Infeksi jaringan lunak bisa timbul di daerah yang mengalami kerusakan karena cedera, terapi penyinaran atau kanker, atau ulkus di kulit yang disebabkan oleh jeleknya pasokan darah (misalnya ulkus dekubitus yang terinfeksi).
Osteomyelitis dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan demam sistemik maupun manifestasi lokal yang berjalan dengan cepat. Osteomyelitis kronik adalah akibat dari osteomielitis akut yang tidak ditangani dengan baik. Osteomyelitis kronis akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Luka tusuk pada jaringan lunak atau tulang akibat gigitan hewan, manusia atau penyuntikan intramuskular dapat menyebabkan osteomyelitis eksogen. Osteomyelitis akut biasanya disebabkan oleh bakteri, maupun virus, jamur, dan mikroorganisme lain.
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu, pasien yang menderita artritis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit, menjalani  pembedahan ortopedi, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, juga beresiko mengalami osteomyelitis.

4.      Tanda & Gejala
a.       Fase akut
Fase sejak infeksi sampai 10-15 hari. Makin panas tinggi, nyeri tulang dekat sendi, tidak dapat menggerakan anggota tubuh.
b.      Fase kronik
Rasa sakit tidak begitu berat, anggota yang terkena merah dan bengkak dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat terjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.

5.      Pathofisiologi
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus, Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resistensi penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik. Awitan Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan – stadium 1) dan sering berhubungan dengan  penumpukan hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan lambat  (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan. Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang sehubungan dengan penigkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan membentuk abses tulang. Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah mencari dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronis (Smeltzer, Suzanne C,  2002).

6.      Pathways










7.      Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien  dengan osteomielitis terdiri dari penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatPenatalaksanaan medis.
a.       Penatalaksanaan medis osteomielitis menurut Rasjad (1998) dan Tucker (1998) adalah sebagai berikut :
1)      Pemberian antibiotik yang bertujuan untuk : mencegah terjadinya penyebaran infeksi pada tulang yang sehat dan mengontrol ekserbasi akut.
2)      Tindakan operatif dilakukan bila fase ekserbasi akut telah reda setelah pemberian antibiotik yang adekuat. Operasi yang dilakukan bertujuan untuk : mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak maupun jaringan tulang (sekuestrum) sampai ke jaringan sehat lainnya, yang selanjutnya dilakukan drainase dan irigasi secara kontinue selama beberapa hari, (adakalanya diperlukan penanaman rantai antibiotik di dalam bagian tulang yang terinfeksi) dan sebagai dekompresi pada tulang dan memudahkan antibiotik mencapai sasaran serta mencegah penyebaran osteomielitis lebih lanjut.
3)      Pemberian cairan parenteral / intravena dan kalau perlu tranfusi darah.
4)      Pengaturan diet dan aktivitas.

b.      Penatalaksanaan keperawatan
Menurut Smeltzer (2002) dan Tucker (1998) penatalaksanaan keperawatan pada osteomielitis adalah sebagai berikut :
1)      Daerah yang terkena harus dimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur.
2)      Dapat dilakukan rendaman salin selama beberapa kali selama 20 menit perhari untuk meningkatkan aliran darah.
3)      Kompres : hangat, atau selang seling hangat dan dingin.

8.         Pemeriksaan Penunjang
a.       Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan darah.
b.      Pemeriksaan titer antibodi – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas.
c.       Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri Salmonella.
d.        Pemeriksaan Biopsi tulang.
e.       Pemeriksaan ultra sound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.
f.       Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik, setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus.

9.      Komplikasi
a.       Dini :
1)      Kekakuan yang permanen pada persendian terdekat (jarang terjadi)
2)      Abses yang masuk ke kulit dan tidak mau sembuh sampai tulang yang mendasarinya sembuh
3)      Atritis septik

b.      Lanjut :
1)      Osteomielitis kronik ditandai oleh nyeri hebat rekalsitran, dan penurunan fungsi tubuh yang terkena
2)      Fraktur patologis
3)      Kontraktur sendi
4)      Gangguan pertumbuhan




II.                ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
a.       Riwayat keperawatan
1)      Identifikasi awitan gejala akut : nyeri akut, pembangkakan, eritma, demam atau keluarnya pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam.
2)      Kaji faktor resiko : Lansia, DM, terapi kortikosteroid jangka panjang, cedera, infeksi dan riwayat bedah ortopedi sebelumnya.
3)      Hal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka terbuka, tindakan operasi khususnya operasi tulang, dan terapi radiasi. Faktor-faktor tersebut adalah sumber potensial terjadinya infeksi.
b.      Pemeriksaan fisik
Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila dipalpasi. Bisa juga terdapat eritema atau kemerahan dan panas. Efek sistemik menunjukkan adanya demam biasanya diatas 380, takhikardi, irritable, lemah bengkak, nyeri, maupun eritema.
c.       Riwayat psikososial
Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat sembuh, takut diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat perlu mengfkaji perubahan-perubahan kehidupan khususnya hubungannya dengan keluarga, pekerjaan atau sekolah.
d.      Pemeriksaan diagnostik
Hasil laboratorium menunjukan adanya leukositosis dan laju endap darah meningkat. 50% pasien yang mengalami infeksi hematogen secara dini adanya osteomielitis maka dilakukan scanning tulang. Selain itu dapat pula dengan biopsi tulang atau MRI.

2.      Diagnosa Keperawatan
a.         Nyeri berhubungan dengan proses supurasi di tulang dan pembengkakan sendi
b.        Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan proses supurasi di tulang, luka fraktur terbuka, sekunder akibat infeksi inflamasi tulang
c.         Gangguan  mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan keterbatasan gerak sendi

3.      Intervensi
a.       Nyeri berhubungan dengan proses supurasi di tulang dan pembengkakan sendi
Tujuan       : nyeri berkurang, hilang, atau teratasi
KH                        : secara subjektif klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diatasi, mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri.skala nyeri 0-1

Intervensi
Rasional
MANDIRI
1.    Kaji nyeri dengan skala 0-4


1.     Nyeri merupakan respon subjektif yang dapat dikaji dengan menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cidera.

2.    Atur posisi imobilisasi pada daerah nyeri sendi atau nyeri di tulang yang mengalami infeksi
2.    Imoilisasi yan kuat adekuat dapat mengurangi nyeri sendi atau nyeri di tulangyang mengalami infeksi.

3.    Bantu klien dalam mengidentifikasi factor pencetus

3.    Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan, pergerakan sendi

4.    Jelaskan dan bantu klien terkait dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvasive

4.    Pendekatan dengan menggunakan relaksasidan tindakan nonfarmakologi lain menunjukan keefektifan dalam mengurangi nyeri

5.    Ajarkan relaksasi teknis mengurangi ketegangan otot rangka yang dapat mengurangi intensitas nyeri dan meningkatkan relaksasi masasse

5.    Tehnik ini melancarkan peredaran darah sehingga kebutuhan O2 pada jaringan terpenuhi dan nyeri berkurang

6.     Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut

6.    Mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri ke hal-hal yang menyenangkan

7.    Beri kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan beri posisi yang nyaman ( mis: saat klien tidur punggung klien diberi bantal kecil)

7.    Istirahat merelaksasi semua jaringan sehingga meningkatkan kenyamanan

8.    Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab nyeri dan hubungkan dengan barapa lama nyeri akan berlangsung.


8.    Pengetahuan tersebut membentu mengurangi nyeri dan dapat membantu meningkatkan kepatuhan klien terhadap rencana terapiutik


KOLABORASI
Pemberian analgetik

Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang

b.      Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan proses supurasi di tulang, luka fraktur terbuka, sekunder akibat infeksi inflamasi tulang
tujuan        : dalam 7x24jam integritas jaringan membaik secara optimal
KH                        : pertumbuhan jaringan meningkat, keadaan luka membaik,
                    pengeluaran pus pada luka tidak ada lagi, luka menutup

Intervensi
Rasional
MANDIRI
1.    Kaji kerusakan jaringan lunak

1.    Menjadi data dasar untuk memberi informasi tentang intervensi perawatan luka
2.    Lakukan perawatan luka dengan tehnik steril

2.    Perawatan luka dengan tehnik steril dapat mengurangi kontaminasi kuman langsung ke area luka.
3.    Kaji keadaan luka dengan tehnik membuka belutan dan mengurangi stimulus nyeri, bila perban melekat kuat, perban diguyur dengan NaCl

3.    Manageman membuka luka dengan mengguyur larutan NaCl ke perban dapat mengurangi stimulus nyeri dan dapat menghindari terjadinya pardarahan pada luka
4.    Lakukan pembilasan luka dari arah dalam keluar dengan cairan NaCl
4.    Tehnik membuang jaringan dank man di area luka sehingga keluar di area luka
5.    Tutup luka dengan kasa kompres dengan NaCl yang dicampur dengan antibiotic
5.    NaCl merupakan larutan fisiologis yang lebih mudah diabsorbsi oleh jaringan dari pada larutan antiseptic
6.    Lakukan nekrotomi pada jarigan yang sudah mati
6.    Jaringan nekrotik dapat menghambat penyembuhan luka
7.    Rawat luka setiap hari atau setiap kali bila pembalut basah atau kotor
7.    Memberi rasa nyaman pada klien dan dapat membantu meningkatkan pertumbuhan jaringan luka
8.    Hindari pamakaian peralatan perawatan luka yang sudah kontak dengan klien osteomielitis, jangan gunakan lagi untuk parawatan luka
8.    Pengendalian infeksi nosokomial dengan menghindari kontaminasi langsung dari perawatan luka yang tidak steril

9.    Gunakan perban elastic dan gips pada luka yang disertai kerusakan tulang atau pembengkakan sendi

9.    Pada klien osteomielitis dengan kerusakan tulang stabilitas formasi tulang sangat labil, gips dan perban elastic dapat membantu memfiksasi dan dan mengimobilisasi sehingga dapat mengurangi nyeri
10. Evaluasi perban elastic terhadap resolusi edema
10.    Pemasangan perban elastic yang terlalu kuat dapat menyebabkan edema pada daerah distal dan juga menambah nyeri pada klien
11. Evaluasi kerusakan jaringan dan perkembangan pertumbuhan jaringan dan lakukan perubahan intervensi bila pada waktu yang ditetapkan tidak ada perkembangan pertumbuhan jaringan yang optimal
11.  Adanya batasan waktu selama 7x24jam dalam melakukan perawatan luka klien osteomielitis menjadi tolak ukur keberhasilan intervensi yang diberikan

KOLABORASI
1.     Kolaborasi dengan TIM bedah untuk bedah perbaikan pada kerusakan jaringan agar tingkat kesemuhan dapat dipercepat

1.      Bedah perbaikan terutama pada klien fraktur terbuka luas sehingga menjadi pintu masuk kuman yang ideal. Bedak perbaikan biasanya dilakukan setelah masalah infeksi osteomielitis teratasi
2.    Pemeriksaan kultur cairan (pus) yang keluar dari luka
2.     Untuk menentukan antimikroba yang sesuai dengan kuman yang sensitive atau resisten terhadap beberapa jenis antibiotic
3.    Pemberian antibiotic/ antimikroba
3.     Antimikroba yang sesuai dengan hasil kultur (reaksi sensitive) dapat membunuh atau mematikan kuman yang menginvasi jaringan tulang

c.       Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri dan keterbatasan gerak sendi
KH :
a.    Menggambarkan Rasional untuk intervensi
b.    Meminimalkan stress sendi dan cidera
c.    Mempertahankan dan bila mungkin meningkatkan kekuatan dan pertahanan pada ekstremitas.
d.   Memperagakan pelaksanaan latihan yang benar.

Intervensi
rasional
1.     Berikan penghilang nyeri sesuai kebutuhan
1.    Nyeri dapat berperan dalam menurunkan mobilitas.
2.     Berikan dorongan kepatuhan pada program latihan yang ditentukan, yang dapat meliputi latihan sebagai
berikut :
a.    Rentang gerak
b.   Penguatan otot
c.    Ketahanan
2.    Program latihan teratur meliputi aktivitas rentang gerak, isometric, dan aerobic tertentu dapat membantu mempertahankan integritas fungsi sendi
3.     Berikan dorongan untuk melakukan latihan yang sesuai dengan tingkat aktivitas penyakit.                                                                        

3.    Selama periode inflamasi akut, individu dapat mengimobilisasi sendi pada posisi yang nyaman, biasanya fleksi parsial. Imobilisasi terus menerus dapat mengakibatkan kekakuan sendi dan kelemahan otot yang dapat dengan cepat menimbulkan kontraktur dan lebih nyeri
4.     Ajarkan klien untuk  melakukan semua langkah berikut :

a.     Pemanasan: sebelum latihan, lakukan mandi hangat atau pancur atau lakukan rendam hangat atau bantal pemanas pada area yang sakit. Kemudian lakukan regangan perlahan.

b.     ROM  perlahan tanpa tekanan pasif sedikitnya sekali sehari.


c.     Latihan isometric dan penguatan : kencangkan kelompok otot selama 8 hitungan, kemudian  rilekskan 2 hitungan. Lakukan 10 kali pengulangan 3-4kali sehari. Pada kuadrisef, otot abdomen, gluteal dan deltoid

d.    Latihan ketahanan atau aerobic : mulai dengan periode 5-10 menit dan secara bertahap meningkat. Aktifitas yang tepat termasuk berjalan, berenang, permainan raket. Aktifitas yang tak tepat termasuk olahraga raket berat (tennis, squash, raket ball) olah raga kontak (sepak bola, hockey) dan angkat berat atau latuhaan tahanan progesif.

e.     Periode pendinginan : selama 5-10 menit, secara progesif lambatkan gerakan akstremitas atau perlambat langkah berjalan.

4.    Periode pemanasan dari pemanasan local atau regangan perlahan sebelum melakukan latihan penguatan dan ketahanan
a.       memungkinkan otot menjadi siap secara bertahap untuk kerja lebih keras.






b.      ROM perlahan mencegah cidera jaringan sendi.


c.       Latihan isometric dan penguatan lain dapak memperbaiki fungsi







d.      Latihan yang meregangkan atau memukul sendi merupakan kontra indikasi.











e.       Periode pendinginan setelah latihan lebih keras memungkinkan tubuh untuk kembali secara bertahap pada status pralatihannya.
5.     Bila klien mengeluh nyeri pascalatihan yang menetap > dari 1 ½ - 2 jam,instruksikan pasien untuk melakukan hal berikut :

a.       Menurunkan pengulangan pada hari berikutnya.
b.      Untuk sakit yang lebih berat, hari berikutnya lakukan ROM sedikitnya sekali setelah pemberian pemanasan local pada sendi yang sakit.

5.    Kelelahan dan nyeri menurunkan motivasi untuk melanjutkan program latihan.


6.     Rujuk ke terapi fisik sesuai kebutuhan
6.    Bantuan mungkin diperlukan untuk ,mengembangkan instruksi mendetail pada program aktivitas fisik.

DAFTAR PUSTAKA

Lukman dan Nurna Ningsih. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Raya
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal : buku ajar. Jakarta : EGC
Rasjad, Chairuddin.2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.Ujung Pandang : Bintang Lamumpatue
Suratun. 2008. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal : seri Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC